Feature news

Industri Budaya dan Musik Populer di Indonesia : Studi Kasus Pada Acara Indonesian Idol

A. Latar belakang

Perkembangan gaya hidup pada pandangan minat musik saat ini semakinberwarna, yang tentunya  tidak lepas dari gaya hidup konsumeris yang merupakan pola atau gaya hidup modern. Dalam hal gaya hidup konsumeris senidiri sebenarnya dari zaman duhulu telah ada. namun seiring perkembangan zaman, gaya hidup ini tidak jalan ditempat dan kian meningkat. Salah satu penopang meningkatnya adalah peran media yang, baik media cetak maupun media elektronik yang merupakan salah satu sumber gaya hidup kekinian, selain itu penopang yang memiliki pengaruh yang kuat adalah  denagn adanya kapitalisme konsumsi yang benar-benar  telah ikut berperan penting dalam mengubah gaya hidup dan dalam proses pembentukan masyarakat kosumsi. Sehingga dapat dilihat bagaimana masyarakat Indonesia saat ini melakukan pilihan dalam menggunakan waktu luang mereka dan apa-apa yang mereka konsumsi dengan berbagai bentuk gaya hidup yang ada dan kemudian membuat adanya bentuk-bentuk pengejaran hasrat terhadap berbagai objek material yang tampak nyata dalam kehidupan masyarakat. Pengejaran hasrat ini dipicu oleh berbagai bentuk fetisisme komoditas yang bahkan tidak disadari oleh masyarakat itu sendiri.

Masyarakat dan bebagai atribut yang melekat padanya, baik berupa pangkat, jabatan, dan kelas maupun gaya hidup menjaadi pesona tersendiri yang melekat pada setiap individu, beragamnya tipe antar individu membuat pendeskripsian makna dari figur seseorang atau individu tergantung dari bagaimana seseorang menggunakan idenritasnya sebagai masyarakat. Masyarakat dalam kehidupan sosial cenderung dibeda-bedakan dan dilekati oleh persoalan kelas baik kelas menangah kebawah maupun kelas menengah keatas dan tentunya masyarakat dengan berbagai lapisannya merupakan elemen penting dalam pergerakan sosial politik dinegeri ini. Namun, pola kehidupan masyarakat itu sendiri mengalami perubahan seiring perkembangan zaman dan keberadaan temuan tekhnologi-tekhnologi mutakhir, yang sedikit banyak juga memberi pengaruh besar pada perubahan pola atau gaya hidup masyarakat atau masing-masing individu, baik yang mengarah ke arah positif maupun  negatif.

Dewasa ini, kita telah melihat banyak perkembangan yang sangat pesat. Industri budaya dan musik pop secara baik secara kasat mata maupun tidak kasat mata terlihat saling bergandengan dan merangkul satu sama lain. menurut Mazhab Frankfurt, industri budaya mencerminkan konsolidasi fetisisme komoditas, dominasi asas pertukaran dan meningkatnya kapitalisme monopoli negara. (Dominic Strinati 2007:69).

Menurut Theodore Adorno, ilmuwan Frankfurt School, musik mengambil bagian menjadi subsistem kebudayaan populer. Musik dianggap sebagai produk nyata nilai dan rasa yang berkembang di masyarakat dan diapresiasi oleh beberapa individu (Dominic Strinati 2007:74).

Media telah menyulap masyarakat menjadi komoditas untuk kesuksesan bisnisnya. Gurita kapitalisme telah menjamah ranah-ranah industri budaya. Pernyataan ini dikemukakan Idi Subandy. Ia menyatakan bahwa tak ada satu pun ruang kebudayaan yang luput dari cengkraman gurita kapitalisme. Tak terkecuali industri musik anak muda. Mengingat musik merupakan aspek sentral dari semua produk budaya pop, tampaknya semua ruang hidup kita benar-benar telah dikudeta pasar (Idi Subandy 2007:87).
Berbicara tentang musik pop takkan pernah terlepas dari budaya pop, dan  budaya itu sendiri merupakan bentukbentuk kontradiktif akal sehat yang sudah mengakar pada dan ikut membentuk kehidupan sehari-hari (Hall, 1996: 439).

Sepak terjang musik populer saat ini sudah tidak bisa diragukan lagi, musik populer di Indonesia sendiri sudah sampai pada tahap yang biasa kita sebut sebagai kata “menjamur” atau “mewabah disemua kalangan, utamanya dikalangan kelas menegah kebawah.  Kita bisa lihat dari salah satu contoh dari grup band Wali, siapa yang tak kenal band ini, mulai  dari kalangan anak-anak, remaja, sampai dewasa pasti mengenalnya. Dan salah satu contoh kasus yang paling fresh sekarang ini adalah acara-acara yang kontes atau pemilihan penyanyi bintang seperti Kontes Dangdut TPI (KDI), Dangdut Academy, Suara Indonesia, dan Indonesian Idol. Sekilas acara TV ini terlihat begitu mempesona, tapi apa betukl mempesona?.  Acara Indonesian Idol akan menjadi fokus utama dalam tulisan ini.
Dalam tulisan ini kita akan melihat berbagai relasi antara Industri budaya, musik populer, dan masyarakat sebagai konsumennya.

B. Landasan Teori

Teori Industri Budaya

Industri sebagai penghasil produk apapun, dari yang sifatnya materi sampai ke non-materi di distribusikan melalui media massa kepada masyarakat untuk memaksimalkan pencapaian keuntungan. Melampaui batas daerah, negara bahkan benua. Seperti dikatakan Adorno: “Kekuatan ideologi industri budaya sudah sedemikian rupa hingga konformitas (keseragaman) menggantikan kesadaran” (Dominic Strinati 2007:110). Menurut Adorno industri budaya mencerminkan fetisisme komoditas, dengan memakai konsepnya Karl Marx. Industri budaya membentuk selera dan kecendrungan massa sehingga mencetak kesadaran palsu dengan cara menanamkan keinginan mereka atas kebutuhan-kebutuhan palsu (Dominic Striniati 2007:73).

Dengan merujuk pada analisis industri budaya pada musik pop, Adorno mengatakan teori ini sangat berkaitan terhadap teori fetisisme komoditas yang dikonsumsi oleh khalayak massal untuk menggambarkan kekuatan industri dalam masyarakat kapitalis (Dominic Strinati 2007:73).

Industri budaya didominasi oleh dua proses yaitu standarisasi dan individualisasi semu. Standarisasi yang dimaksud Adorno di sini merujukpada kemiripan mendasar di antara lagu-lagu pop karena bagian bait lagu maupun akornya semakin saling dapat dipertukarkan sementara individualisasi semu menyamarkan proses tersebut dengan menjadikan lagu-lagu tersebut semakin bervariasi dan berlainan satu sama lain yang pada akhirnya digunakan oleh industri sebagai umpan untuk menarik konsumen (John Storey 2010:118)
Adorno juga memandang musik pop sebagai “perekat sosial” karena musik pop menawarkan relaksasi dari pekerjaaan yang bisa disimak tanpa harus diperhatikan. Kaum kapitalis menanamkan hal tersebut kepada masyarakatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan karena musik pop seolah menawarkan khayalan, kebahagiaan, resolusi dan rekonsiliasi di dalam kehidupan. Kenikmatan yang ditawarkan di dalam musik pop tersebut membuat orang berhenti berpikir tentang realitas kehidupan yang keras dan hambar dari sebuah masyarakat kapitalis (Strinati, 2007: 77-78).

Teori Hegemoni

Gramski memahami hegemoni sebagai sarana kultural maupun ideologis dimana kelompok-kelompok yang dominan dalam masyarakat termasuk pada dasarnya tapi bukan secara eksklusif kelas penguasa, melestarikan dominasinya dengan mengamankan “Persetujuan spontan” kelompok-kelompok subordinat, termasuk kelas pekerja melalui penciptaan negosiasi konsensus politik maupun ideologis yang menyusup dalam kelompok- kelompok dominan maupun yang didominasi (Dominic Striniati 2007:188-199).

Gramsci menjelaskan bahwa hegemoni merupakan sebuah proses penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah, dan kelas bawah juga aktif mendukung ide-ide kelas dominan. Di sini penguasaan dilakukan tidak dengan kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai.

Dengan demikian mekanisme penguasaan masyarakat dominan dapat dijelaskan sebagai berikut : Kelas dominan melakukan penguasaan kepada kelas bawah menggunakan ideologi. Masyarakat kelas dominan merekayasa kesadaran masyarakat kelas bawah sehingga tanpa disadari, mereka rela dan mendukung kekuasaan kelas dominan.

C. Pembahasan

Sekilas tentang Indonesian Idol

Indonesian Idol, dua kata yang pastinya tak asing bagi kita, inilah acara TV yang konon tujuannya adalah ajang pencari, ajang penggali, dan ajang perunjukan bakat talenta-talenta dari berbagai daerah di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung jumlah peserta yang  ikut disetiap daerah atau provinsi sebagai tempat audisi tingkat awal acara ini bisa mencapai ribuan bahkan puluhan ribu peserta, masyarakat atau peserta yang ingin mengadu dan mengembangkan bakatnya berbondong-bondong mengikuti proses audisi mulai dari pagi sampai pada malam hari.

Acara ini terlihat atau sebagaimana kita sadari bersama berhasil menghipnotis para pesertas dari sabang sampai merauke, dalam hal ini kita baru berbicara masalah peserta, belum lagi jutaan pasang mata penonton yang nantinya akan turut ambil andil dalam acara ini, baik yang menonton di studio TV swasta ini, maupun yang menonton dari layar kaca.  Tahun 2014 ini adalah kali ke 8 acara ini digelar. Sebelumnya, dimulai dari tahun 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2010, dan tahun 2012, dan adapun daftar finalis Indonesian Idol Season 1 Sampai Season 7 yang diurutkan dari peringkat pertama (juara) sampai peringkat paling terakhir adalah sebagai berikut :

Finalis Indonesian Idol Season I (tahun 2004) :
Joy Tobing
Delon Thamrin    
Nania Yusuf
Helena Andrian
Michael Jakarimilena
Lucky Octavian
Bona Sardo
Karen Pooroe
Winda Viska
Suci Wulandari
Adika Priatama  
   
   
Finalis Indonesian Idol Season II (tahun 2005) :
Mike Mohede  
Judika Sihotang
Firman Siagian  
Monita Tahalea
Harry Mantong
Maya Damayanti
Glenn Waas
Yudistira Manupassa
Vira Puspitasari
Wisnu Prabowo
Ronald Silitonga
Danar Karolus


Finalis Indonesian Idol Season III (tahun 2006) :  
Muhammad Ihsan Tarore  
Dearly Dave Sompie    
Ghea Dahliana Oktarin  
Sanobo Sasamu    
Maria Priscilla
Ilham Basso
Christy Podung  
Sisi Hapsari
Brinet Sudjana
Martesa    
Lee Kulalean        
Elisabeth Dwi Purna


Finalis Indonesian Idol Season IV (tahun 2007) :
Rini Wulandari      
Wilson Simon Maiseka
Gabriella Christy
Sarah Hadju
Fandy Santoso
Dimas Mochammad
Julian Syahputra
Priska Paramita
Stevano Andrie
Nabila Marsya Nada
Gede Arya Gana Eka        
Rismawati


Finalis Indonesian Idol Season V (tahun 2008) :
Januarisman
Gisella Anastasia
Patudu Syammayim
Kunto Aji Wibisono    
Dyna Fransisca    
Obet Habibu
Andy Makaruwung  
Ibeth Estrya
Dede Richo  
Thefanie Florina
Dela Setia
Safira Rizkika


Finalis Indonesian Idol Season VI (tahun 2010) :
Igo Pentury
Citra Scholastika
Gilang Saputra
Ray Generies
Tesa Novliana
Windra
Rio Rezky Basir
Keyko Vredhe
Diana Tumewa
Fendi
Panendra Larasati
Monalisa Lengkong
Raizza Intifada
Andi Subagja


Finalis Indonesian Idol Season VII (tahun 2012) :
Regina Ivanova
Kamasean Matthews
Prattyoda
Dionisius Agung
Febri Yoga
Maria Rosalia
Non Dera
Rosandy Nugroho
Rio Agung
Ivan Saputra
Belinda Fueza
Kanza Dinar

Sumber : http://dhoemdham.blogspot.com/2014/01/daftar-finalis-indonesian-idol-season-1.html

Indonesian Idol season 8 tahun 2014 sekarang ini tengah berlangsung, dimana ada nama-nama baru disana, diantaranya : Yuka, Sarah, Nowela, Husen, Gio dan lain-lain.

Industri Budaya Pemberi Kesadaran Palsu

Dalam industri budaya, banyak sekali cara para kapitalis untuk meraut keuntungan, tidak tanggung-tanggung secara eksplisit terlihat jelas bahwa ketika proses audisi berlangsung  sampai pada acara puncak, yaitu panggung spectakuler, para kapitalis (pihak industri/penyelenggara) menggunakan dana yang tak sedikit. Puluhan ribu peserta yang mengikuti audisi di daerah masing-masing tentu mendapat fasilitas tertentu mulai dari formulir, tempat audisi dan lain sebagainya. Kemudian pada panggung spektakuler yang digelar sekali dalm sepekan terlihat para juri, komposer dan musisi-musisinya, panggung dan perangkat-perangkatnya, belum lagi kostum para finalis sampai pada proses karantina. Kelihatannya pihak industri begitu murah hati dalam mengeluarkan dana yang dimilikinya. Tapi tunggu dulu Sepintas euforia ini mungkin terkesan wajar, ketika Industri melaksankan suatu kompetisi. Tetapi, ketika pertanyaan sederhana muncul ”siapa yang paling diuntungkan dalam acara yang bertajuk Idola Indonesia ini?”, apakah penonton yang merasa dapat hiburan? apakah sang juri yang mendapat bayaran? Apakah para musisi yang kebanjiran job setiap minggunya? Atau apakah sang idol yang secepat itu menjadi terkenal? bukan. Yang paling diuntungkan dalam kontes idol ini adalah para kapitalis karena bukan industri namanya ketika mengadakan sebuah proyek atau acara tanpa keuntungan didalamnya, disinilah kepentingan para kapitalis, dengan memanfaatkan para finalis melalui media musik populer, seperti dikatakan Adorno: “Kekuatan ideologi industri budaya sudah sedemikian rupa hingga konformitas (keseragaman) menggantikan kesadaran” (Dominic Strinati 2007:110). Adorno juga megatakan bahwa industri budayamencerminkan fetisisme komoditas, dengan memakai konsepnya Karl Marx. Industri budaya membentuk selera dan kecendrungan massa sehingga mencetak kesadaran palsu dengan cara menanamkan keinginan mereka atas kebutuhan-kebutuhan palsu (Dominic Striniati 2007:73). Merujuk akan hal itu, sering terdengar kalimat “terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang menggelar acara ini (industri), karena tanpa acara ini, saya tidak akan berada disini, dipanggung spektakuler ini”. Hal seperti inilah yang sering membuat kita terlena dan bahkan terhipnotis, kita tak menyadari akan kesadaran palsu dan kebutuhan-kebutuhan palsu yang dibentuk para kapitalis sampai-sampai kita memujanya bagaikan dewa dewa yang turun dari langit.

Ketika kita merunut kebelakang dan melihat proses penyeleksian ajang yang konon katanya adalah pencarian idola-idola Indonesia, disetiap akhir acara di Panggung spektakuler beberapa finalis terlihat tegang, kalimat yang sering muncul sebelum akhir acara ini adalah “Yang akan lanjut kepanggung spektakuler show minggu depan adalah........... Yang akan pulang malam ini adalah......... “ kalimat-kalimat inilah yang menghipnotis jutaan pasang mata penonton baik yang dirumah maupun yang distudio, kalimat-kalimat inilah yang dikonstruksi para kapitalis untuk menjalankan aksinya, kita sebut saja “untuk mendapatkan modal kembali  dan meraut keuntungan yang sebesar-besarnya ” karena menentukan finalis akan lolos ke babak selanjutnya, bukanlah para juri (Anang Hermansyah, Tantri Kotak, Ahmad Dani, dan Titi Dj) atau penyanyi, melainkan “Vote” dari jutaan pasang mata yang menonton acara ini. Cara untuk melakukan vote bermacam-macam, mulai dari SMS, Internet, dan Telepon, dan tentunya “BERBAYAR”. Jadi ketika kita ingin lebih kritis lagi akan timbul pertanyaan “sejauh mana peran penyanyi atau finalis dalam acara ini? Sedangkan yang menentukan bukanlah suara, melainkan vote” tujuan penyanyi ini mulai dari Audisi tingkat daerah sampai pada Panggung Spektakuler show tak lebih hanyalah sebagai alat bagi para kapitalis untuk melancarkan aksinya, itulah industri dengan berbagai cara yang ia miliki.

Selubung kapitalisme dalam acara Indonesian Idol ini sungguh merupakan konspirasi ”Indah nan mempesona” antara kapitalisme dengan budaya populer. Dalam hal ini televisi menjadi media utama budaya populer. Melalui penayangan  acara ini, keuntungan membanjiri pihak industri. Bukanlah suatu hal yang mencengankan, sebab karakter masyarakat kita yang cenderung terbiasa dengan budaya non-literasi (menonton). Masyarakat kita telah menjadi pemuja televisi. Istilah ”pemuja” dalam budaya populer ini sangatlah pas dengan implikasi pemikiran Karl Marx, tentang fetisisme komoditas atau pemahaman Adorno tentang budaya populer.

Hegemoni Kapitalis

Merujuk pada pemikiran Gramski tentang hegemoni yang menjelaskan bahwa hegemoni merupakan sebuah proses penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah, dan kelas bawah juga aktif mendukung ide-ide kelas dominan. Di sini penguasaan dilakukan tidak dengan kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai, terlihat jelas bahwa keterjajahan para finalis dan para konsumen (penikmat) atau jutaan pasang mata penonton yang menyaksikan acara Indonesian Idol ini menjadi suatu hal yang wajar, inilah yang dimaksud menikmati keterjajahan atau yang biasa kita sebut “Hegemoni”, hegemoni ini terjadi bukan karena paksaan dari para kapitalis, tapi sudah dikontruksi sedemikian rupa sehingga hegemoni yang terjadi merupakan suatu kesepakatan antara pihak kapitalis (produsen), finalis Indonesian Idol (produk), dan para penonton (konsumen).

Proses kekuasaan itu terjadi bukan hanya penjajahan atas tujuan awal acara ini yang notabenenya adalah merupakan ajang pencarian bakat, dan penjajahan atas syarat akan dukungan yang berupa “vote”, melainkan sudah sampai pada ranah penjajahan yang paling mendasar yaitu masyarakat sebagai korban tanda.

KESIMPULAN

Acara Indonesian Idol ini merupakan salah satu contoh euforia masyarakat Indonesia dari sekian banyaknya acara-acara semacam ini yang sangat menguntungkan para kapitalis, pemujaan terhadap idola-idola masyarakat penonton sebagai konsumen telah menjadi kesadaran palsu atas kebutuhan-kebutuhan palsu.

Inilah proses relasi antara Industri sebagai produsen, para finalis Indonesian Idol sebagai produk, dan para penonton sebagai konsumen yang menikmati keterjajahan dengan segala bentuk penjajahan itu sendiri dan dengan cara atau konstruksi yang diatur sedemikian rupa oleh para kapitalis sehingga keterjajahan ini disulap menjadi sebuah euforia.

DAFTAR PUSTAKA

Hall, Stuart, 1996, “On Postmodernism and Articulation: An Interview with Stuart

Hall”, dalam David Morley dan Kuan-Hsing Chen (eds.), Stuart Hall, London: Routledge.

Ibrahim, Idi Subandy. 2007. Budaya Populer Sebagai Komunikasi : Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer . Yogyakarta: Jalasutra.

Storey, John. 2010. Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra.

Strinati, Dominic. 2007. Pop Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Yogyakarta:Jejak
Learn more »

Modero Alat Musik Masyarakat Pamona Kab. Luwu

Keberadaan  sebuah  kesenian  tradisional  dalam  pelaksanaannya  mengandung  sebuah  makana  yang  berperan sebagai fungsi  dalam  pelaksanaannya,  baik  melalui  alat  musik,  nyanyian,  dan  gerakan  tertentu.  Modero  sebagai salah  satu kesenian  daerah  dalam  hal  ini  musik  tradisional,  yang  dalam  pelaksanaanya  melahirkan  beberapa  fungsi, yaitu fungsi  umum  dan  fungsi  khusus.

a. Modero  sebagai  sarana  hiburan  (  fungsi  umum )
b. Modero  sebagai  pengiring  penjemputan  tamu  pada  acara  tertentu (fungsi  khusus).

Kedua  fungsi   di atas  merupakan  sarana  bagi  masyarakat  pendukungnya,  untuk  dijaga  dan  tetap  dilestarika sebagai  aset  budaya  daerah  dan  kekayaan  budaya  bangsa.

1. Bentuk  Penyajian  Modero  Pada  Masyarakat  Pamona  Di  Desa  Maleku  Kecamatan  Mangkutana  Kabupaten  Luwu Timur 

Seperti  yang  telah  dibahas  sebelumnya  bahwa,  awalnya  Modero  merupakan  sebuah  bagian  dari  hiburan  dalam kerajaan  Luwu  yang  dilaksanakan  setelah  selesainya  pertemuan  anatara  raja-raja  pada  masa  kerajaan  Luwu. Menurut bapak  Yedrin  bahwasanya  penyajian  modero  disesuaikan  dengan  bentuk  acaranya,  oleh  karena  itu  ada  modero  ada yang  bersifat  umum  dan  ada  yang  brsifat  khusus.  Adapun  jenis  alat  musik yang  digunakan  yaitu :
a. Ganda  (  gendanag )
b. Gongi  (  gong ).

Terkait  dengan  adanya  unsur  tari  didalamnya,   adalah  sebuah  gambaran  tentang  pemakanaan  simbol penyatuan  yang  digambarkan  dalam  bentuk  melingkar  dengan  saling  bergandengan  tangan.

Fungsi  Modero  Pada  Masyarakat  Pamona  Di  Desa  Maleku  Kecamatan  Mangkutana  Kabupaten  Luwu  Timur

Fungsi  Modero  dalam  masyarakat Pamona  terbagi  atas  dua  bagian  yakni :
a). Fungsi  Umum.  Modero  sebagai  sarana  hiburan
Terjadinya  sebuah  karya  seni  didalam  sebuah  lingkungan  masyarakat  mempunyai  maksud  dan tujuan  yang ingin  dicapai  dari  hasil  karya  seni  tersebut.  Proses  penciptaan  dari  karya  tersebut  tentu  memakan  waktu  yang cukup lama,  mulai  dari  lahirnya  suatu  ide  dalam  pikiran  sang  seniman  atau  penciptanya,  hingga  pada  proses peyajiannya. Dari  pemahaman  tentang  hasil  karya  seni  atau  proses  penciptaan  dapat  kita  pahami  dan  mengerti  tentang  bagai mana  peranan  dan  kedudukan  suatu  karya  seni  sehingga  dapat  dinikmati  oleh  manusia  sekitarnya  untuk  ikut merasakan  dan  memenuhi  kepuasan  perasaan  seseorang. 

Seperti  halnya  dengan  musik  Modero,  tercipta  dan  lahir  ditengah – tengah  masyarakat  dengan  maksud  dan tujuan  tertentu.  Modero  sebagai  bentuk  sarana  hiburan  dalam  acara  pernikahan,  pesta  panen  yang  dala masyarakat Pamona  sering  disebut  Padungku,  dan  perayaan  17  agustus.  Dalam  acara  pernikahan  Modero  difungsikan  sebagai bentuk  rasa  sukacita  keluarga  yang  melaksanakan  pernikahan,     dalam  acara  pesta  panen  Modero  difungsikan sebagai  bentuk  rasa  syukur  kepada  Tuhan  atas  hasil  pertanian  yang  telah  dicapai, meskipun  hasil  panen  tidak berhasil  secara  optimal,  Modero  tetap  dilaksanakan,  karna  bagi  mayarakat  Pamona rasa  syukur  tidak  dilihat  dari hasil  yang  mereka  capai,  melainkan  rasa  syukur  itu  lahir  ketika  mereka  dapat  kembali  berkumpul  satu  sama  lain, sedangkan  dalam  acara  perayaan  17  agustus,  Modero  difungsikan  sebagai  bentuk  penghargaan  kepada  para pejuang  yang  gugur  dalam medan  perang  ketika  membela  dan  mempertahankan  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia  ( NKRI ).  Secara  umum  modero  ini  sering  juga  dijadikan  sebagai  tempat  pencarian  pasangan  hidup dikalangan  muda - mudi.

b). Fungsi  Khusus.  Modero  sebagai  pengiring  penjemputan  tamu  agung  dalam  acara  tertentu.
Dalam  kehidupan  masyarakat  Pamona,  tidak  terlepas  dari  fungsional  strata  sosial  yang  mengarah  pada integritas  bangsa.  Menurut  bapak  Yedrin  selaku  informan  ( wawancara,  jumat  2  desember  2011 )   bahwa  masyarakat Pamona  tidak  mengenal  adanya  pengelompokan  strata  sosial  diantara  mereka,   disisi  lain  mereka  hanya  melihat strata  itu  dalam  ruang  lingkup  pemerintahan  dan  hukum.  Ketika  sebuah  acara  yang  berkaitan  dengan  kedatangan para  petinggi  pemerintahan  dan  petinggi  hukum,  maka  modero  difungsikan  sebagai  pengiring  penjemputan  selamat datang. 

1. Bentuk  Penyajian  Modero  Pada  Masyarakat  Pamona Desa  Maleku  Kecamatan  Mangkutana  Kabupaten  Luwu Timur

Modero  sebagai  sebuah  musik  tradisional  memiliki  bentuk  dan  ciri  khas  tersendiri  dari  beberapa  musik tradisional  yang  ada  di  nusantara,  ini  terlihat  dari  bentuk penyajiannya  yang  dibagi  kedalam  dua  bentuk,  dimana modero  umum  hanya  dilakukan  dalam  acara  pernikahan,  pesta  panen,  dan  perayaan  17  agustus,  sedangka modero khusus  hanya  dilaksanakan dalam  acara  terentu,  seperti  kedatangan  gubernur,  dan  petingggi - petinggi  pemerintahan lainnya.

Pada  dasarnya  Modero  merupakan  sebuah  nyanyian  yang  mana syairnya  merupakan  pantun, yang  dinyanyikan secara  berkelompok  yang  iringan  musiknya  menggunakan  gendang  dan  gong. Dalam  penyajian  musik  modero gendang  yang  dalam  bahasa  Pamona  disebut  ganda, merupakan  alat  musik  ritmis  yang  fungsinya  sebagai  penyatu irama  antara  lagu  yang  dinyanyikan  dengan  gerakan  tangan  dan  kaki,  alat  musik  ini  biasanya  dimainkan  oleh  dua orang  dengan  cara  dipukul/ditabuh  menggunakan  stik  yang  terbuat  dari  kayu  yang  teksturnya  keras  dan  kuat, biasanya  menggunakan  kayu  uruh.

Proses  pembuatan  alat  ini  yakni  memnggunakan  batang  kayu  siombi  sebagai  tabung  yang  panjangnya  kurang lebih  50  cm,  kemudian  untuk   membran  menggunakan  kulit  rusa  atau  anoa,  sedangkan  penguat  membran menggunakan  tali  pengikat  yang  terbuat  dari  rotan  serta  bilahan  kayu  siombi  yang  direkatkan  disekeliling permukaan  tabung  gendang,  yang  berfungsi  sebagai  stem  dari  suara  yang  dihasilkan  ketika  gendang  itu dibunyikan.

Secara  Pilosofsis  beberapa  bagian  dari  gendang  ini  mememiliki  makana  tersendiri,  yakni  bentukanyaman  ikatan  yang  terdapat  pada  gendang  ini  yaitu  saling  merangkul,  merupakan  sebuah  penyatuan  antara  semua  golongan  masyarakat  dalam  sebuah  ikatan  persaudaraan  yang  erat.

Pada  masyarakat  Pamona,  alat  musik  gong / gongi dalam  bahasa  Pamona,  merupakan  sebuah  alat  musik ritmis  yang  digunakan  sebagai  pasangan  gendang  dalam  penyajian  modero,  gong  yang  digunakan  tidak  berbeda dengan  gong  pada  umumnya  yakni  tebuat  dari  besi  kuningan.

Dalam  modero,  gong  berperan  sebagai  pengatur  tempo  yang  mana  sumber  bunyinya  dihasilkan  melalui getaran dari  alat  itu  sendiri ( idiophone )  cara  memainkannya  yaitu  dengan  cara  dipukul  menggunakan  stik  mengikuti  irama gendang.

Modero  merupakan  salah satu  musik  tradisional  yang  menggunakan    peralatan  atau  instrumen  seperti  yang telah  dijelaskan  sebelumnya.  Menurut  keterangan  informan  ( bapak  Yedrin ),  bahwa  alat  tersebutlah  yang  sanga berperan  dalam  melaksanakan  modero.  Jumlah  pemain  yang  digunakan  dalam  pertunjukan  modero  yang  mana  jika pelaksanaanya  sebagai  modero  umum,  yakni  minimal  20  orang  yang  merupakan  gabungan  dari  beberapa  suku yang  ada  di  Desa  Maleku  yang  akan  menyanyikan  syair  dari  lagu  nyanyian  modero,  untuk  pengiring  yaitu sebanyak 2  oarang  yang  mana  seorang  sebagai  penabuh  gendang,  dan  seorang  lagi  sebagai  pemukul  gong.  Untuk  modero khusus,  pemainnya  minimal  10  orang  yang  merupakan  pemangku  adat  dari  masyarakat  Pamona.  Pelaksanaan modero  dilaksanakan  pada  malam  hari  dan  berakhir  hinngga  subuh  hari.

A. Alur

Alur  dalam  pertunjukan  merupakan  gambaran  tentang  bagaimana  sebuah  proses  pementasan  dari  awal  hingga akhirnya  sebuah  pertunjukan.
  1. Sebelum  dimulainya  pertunjukan,  terlebih  dahulu  memohon  doa  yang  dipimpin  ole  sesepu  adat.  Ini dimaksudkan  agar  dalam  pertunjukan  tidak  terjadi  sesuatu hal  yang  tidak  inginkan.
  2. Semua  pemain  bersiap  di  tempat  yang  telah  ditentukan.
  3. Ketika  gendang  sudah  mulai  dibunyikan,  maka  pertnda  bahwa  modero  segera  dimulai.
  4. Kelompok  penyanyi  mulailah  menyanyikan  lagu  modero yang  merupakan  syair  yang  dalam  bahasa  Pamona  disebut  kayori  berisikan  pantun.

5) Sambil  bernyanyi,  kelompok  penyanyipun  bergerak  berkeliling  yang  mana  gerakannya  berlawanan  dengan  arah jarum  jam,  dengan  posisi  tangan  kanan  mengarah  keatas,  sedangkan  tangan  kiri  mengarah  kebawah  sambi merangkul  tangan  dengan  pasangan  disisi  kiri  dan  kanannya.       

c  Kostum

Pengertian  kostum  dalam  kamus  bahasa  Indonesia  yang  mengandung  arti  pakaian  nasional,  pakaian kebangsaan,  baju  atau  pakaian  sandiwara.  Istilah  kostum  dalam  pertunjukan  adalah  segala  bentuk  baju  atau busana  yang  digunakan  olh  para  pemaian  sesuai  dengan  konsep  apa  yang  akan  dibawakan.

Peranan  kostum  dalam  sebuah  pertunjukan  sangat  penting,  kostum  yang  dipakai  bukan  sekedar  sebagai penutup  tubuh  agar  terhindar  dari  panas  matahari  atau  juga  sebagai  penutup  aurat,  akan  tetapi  sebagai  salah elemen  yang  dapat  menyampaikan  ide  atau  gagasan  yang  akan  disampaikan  dalam  pertunjukan  tersebut.

Dalam  pementasan  modero  khusus,  kostum  yang  diginakan  adalah  pakaian  adat  masyarakat  Pamona  yang dikenal  dengan  sebutan  pasanga,  pakaian  ini  dapat  menunjukan  status  dari  orang  yang  memakai  baju  tersebut yakni,  jika  berwrna  hitam  berarti  orang  yang  sudah  berkeluarga  ( orang tua ),  jika  berwarna  merah  berarti  anak muda  ( generasi  penerus ),  dan  jika  berwarna  kuning  berarti  orang  tersebut  merupakan  pemangku  adat  atau  orang yang  memiliki  jabatan  tertinggi  dalam  pemerintahan  baik  ditingkat  Desa  maupun  ditingkat  pusat.  Dalam  modero umum,  kostum  yang  digunakan  merupakan  kostum  bebas  tetapi  sopan.

d  Syair

Syair  merupakan  kata  yang  menggambarkan  maksud,  tujuan  dan  pesan  dalam  sebuah  lagu.  Menurut  Mc  Neil, Rroderick,  kekuatan  syair  pada  lagu,  adalah  wujud  dari  konsentrasi  pikiran  dalam  mengimajinasikan  antara  kata dan bunyi.Syair  dalam  lagu  modero  merupakan  pantun  yang  merupakan  pesan  moral,  dan  pantun bersifat  sindiran (kasmaran ).  Adapun  contoh  syair  modero  antara  lain  sebagai  berikut :

Contoh  syair  modero  umum  dalam  acara  pesta  panen.

Kayori  Po  Bonde (Syair  tentang  berkebun  untuk  keluarga  baru )

Pobondenya  ndate  nawo                                    

Pa’e nya  motapu – tapu                                     

Beda  tuwu  ana  nta’u                           

Kapusanya  moga’a  yau                      

Kepada  keluarga  yang  baru

Kepada  keluarga  yang  baru

Jangan  malas,  sehingga  hasil  panen 

Tidak  memuaskan  yang  akhirnya 

Isteri  bisa  minta  cerai 

Contoh  syair  modero  umum  dalam  acara  pesta  pernikahan  antara  lain  sebagai  berikut :     

Syair  ( Kayori ) cinta  bersifat sindiran

Siko ne’e ka....                                                        

Siko ne’e kagele –gele                                            

Nu saru ba......                                                                                             

Nu saru bara ku engge                      

Re’e ri oyo m’pamuda                                          

Mantima banya anunya                                        

E’a... mata to da ku nginu ka rasu                     

kamu jangan tersenyum padaku

jangan menebar pesona padaku

 kau pikir

kau pikir bahwa aku mau menjadi kekasihmu

Ada di tengah lingkaran pemuda

Ada di tengah lingkaran pemuda

Mendekati gadis bukan miliknya

Malu rasanya jika membayangkan

Mau minum racun

Contoh  syair  modero  khusus  yang  digunakan  untuk  menjemput  tamu  kehormatan  ( Gubernur  dan  Bupati )  antara lain  sebagai  berikut :

Syair  ( kayori ) Dalam  Mempertahankan

Kesatuan  Negara  Republik  Indonesia 

Potunda ka maradeka Pancasila po tabe’a                  

Negara ne’e maeka Tanggu kami mantabe’a          

Reff :                                                           

Wai ka mo doni dole naka soyo mo ando            

Sisi ng’koro ku pindongo n’tuwu da nu pa tambo          

Iyo...naka... naka..wa se’e mo..                                        

Naka wase’e mo napa’endo – endo eyo                    

                                                                                          

Kita berada dalam kesatuan

NKRI dalam bingkai pancasila

Kami siap mengawal Negara

Sampai titik darah penghabisan

Reff

Biarkanlah mentari itu tenggelam

Dan masuk diperaduannya

Apakah aku dilahirkan untuk kau kecewakan

Kalau memang demikian,

Jika memang harus demikian,

Mungkin itu sudah takdir

Dalam hidup ini


Awal BalaLembang,S.Pd

Learn more »

Struktur Musik Tari Pajoge Angkong

Kesenian Pajoge Angkong hanya menggunakan satu jenis alat musik, yaitu 2 (dua) buah gendang yang masyarakat bugis biasa menyebutnya dengan sebutan ”Gendrang”. Jenis pukulan atau cara memukul gendang pada musik iringan tari Pajoge Angkong ada dua macam cara, yang pertama adalah cara memukul gendang dengan menggunakan Pattette’ Gendrang atau pemukul gendang yang terbuat dari kayu nangka, yang kedua adalah cara memukul gendang dengan menggunakan tangan. Warna bunyi tabuhan gendang dalam musik pengiringan tari Pajoge Angkong terdiri atas dua, yaitu bunyi ”tak” dan bunyi “tung”.
Teknik memukul atau menabuh gendang dalam musik pengiringan tari Pajoge Angkong disebut “Tette” yang berarti pukul atau pukulan, musik pengiringan tari Pajoge Angkong menggunakan 2 (dua) macam pukulan ditambah dengan lagu, yaitu :
a. Tette’ palari
b. Tette mallebbang sere 
 
Dalam penyajian tari tradisional Pajoge Angkong di Kabupaten Bone, musik pengiring sangat berperan penting karena yang menentukan perpindahan atau peralihan gerakan penari adalah musiknya. Akan tetapi seiring perkembangan zaman, kesenian ini sudah tergolong punah, karena pemain musik yang tahu pasti tentang seluk beluk musik pengiringan tari Pajoge Angkong sudah tidak ada lagi yang tersisa dan tidak semua orang bisa melakukan tari Pajoge Angkong, hanya orang dari kalangan Calabai (Waria) yang bisa melakukan tari Pajoge Angkong. (Wawancara Bulan, 25 Januari 2013).
 
Tarian dan Musik pengiring adalah dua unsur yang sama-sama berperan penting dalam kesenian Pajoge Angkong, sehingga dua unsur ini (pemusik dan penari) tak dapat dipisahkan. Ada beberapa hal yang harus diketahui dalam penyajian musik iringan tari tradisional Pajoge Angkong, yaitu: 
  1. Sebagai pembuka pada tarian Pajoge Angkong ini adalah semacam nyanyian oleh Pappocci.
  2. Penari menyanyikan syair yang bermaksud mengajak atau meminta kepada Emma’ Gendrang untuk memangku gendang  dan selanjutnya meminta untuk memukul gendang.
  3. Emma’ Gendrang mengelus-elus kulit  gendang kemudian menabuh gendang dengan pukulan Tette’ Palari.
  4. Penari memasuki arena pertunjukan dan melakukan gerakan Lambang Sari Mallebbang sere Tudang (duduk) sambil bernyanyi yang diiringi dengan tette’  palari.
  5. Penari melakukan gerakan Lambang Sari Mallebbang sere Ballung (baring) yang diiringi dengan tette’  palari.
  6. Penari melakukan gerakan Mallebbang sere mellau addampeng (meminta maaf) yang diiringi dengan tette’  palari.
  7. Penari mengambil posisi lurus kemudian Emma’ Gendrang mengganti pukulan gendang menjadi pukulan Tette’ Mallebbang Sere.
  8. Penari melakukan gerakan Sere Biasa sambil menyanyikan lagu bugis, diantaranya berjudul : Ininnawa, Ongkona Bone, Lontara marioloe, Bulu Alau’ Na Tempe, dan Indo Logo.
  9. Ketika ada penonton yang hendak melakukan saweran dan memanggil penari dengan isyarat, musik yang tadinya     merupakan pukulan Tette Mallebbang Sere spontan menjadi pukulan Tette’ Palari.
  10. Ketika proses penyaweran selesai Emma’ gendrang kembali merubah pukulan gendang yang tadinya merupakan pukulan Tette’ Palari spontan menjadi pukulan Tette Mallebbang Sere.
  11. Setelah tidak ada lagi dari kalangan penonton yang hendak melakukan saweran maka penari memberi isyarat kepada Emma’ Gendrang dengan menyanyikan nyanyian Pattutu’ Gendrang (gendang penutup) sebagai tanda bahwa pertunjukan       tari Pajoge Angkong telah berakhir.
Pertama sebagai pembuka pertunjukan tarian Pajoge Angkong adalah semacam nyanyian dari Pappocci (calon penari yang masih muda dan baru belajar menari). Adapun syair nyanyian pappocci:
 
Tettonni‘ maggalung kalung 
Napole sagalae 
Massisi mattaneng pallaung romai
Maggalung kalunni cinnae 
Nagiling passengereng’nge 
Narewe  pallaung romai
(Wawancara Bulan, 25 Januari 2013).
Artinya: 
Berdirilah dan teguhkanlah niatmu untuk menampakkan diri
Agar datang kebaikan
Saat petani Mencabut dan menanam benih di sawah
Yang menimbulkan hasrat
Dan mengingat kenangan indah 
Hingga para petani kembali pada pekerjaannya
 
Kedua sebelum Emma’ Gendrang memukul gendang adalah nyanyian oleh penari yang bermaksud mengajak atau meminta kepada Emma’ Gendrang untuk memangku gendang dan selanjutnya meminta untuk memukul gendang. Adapun syair nyanyian penari saat meminta Emma’ Gendrang untuk memangku gendang:
 
Emma’ , wakkanni gendrang’nge
Wakkang tenri wakkang
Napole sagalae 
Mappadduturutue passengereng
(wawancara Bulan 25 Januari 2013).
Artinya : 
Emma’ (Emma’ Gendrang), Pangkulah gendang
Dipangku (tidak dipangku) 
Jika datang kehendak Yang Kuasa
Senantiasa akan mendatangkan (berlapis-lapis/bertubi-tubi) kenangan inidah

Adapun syair nyanyian penari saat meminta Emma’ Gendrang untuk memukul gendang:
 
Emma’ tumba’ni gendrang’nge 
Ri tumba’ tenri tumba’ 
Napole masagalae
Passengereng’nge salira’na pallaung rumae
(Wawancara Bulan 25 Januari 2013).
Artinya : 
Emma’ (Emma’ Gendrang), pukullah gendang
Dipukul (tidak dipukul)
Jika datang yang tidak disangka-sangka
Maka akan mendatangkan kenangan indah dilubuk hati para pekerja sawah (petani)
 
Ketiga, setelah Penari meminta pukulan gendang kepada Emma’ Gendrang, Emma’ Gendrang kemudian memukul gendang dengan pukulan Tette’ Palari, musik Tette’ Palari menggunakan 2 buah gendang yang dimainkan secara bersamaan.  Musik atau pukulan Tette’ Palari digunakan untuk mengiringi gerak Mellabbang Sere Jengki yang didalamnya ada 3 (tiga) ragam gerakan, yaitu :
1. Mallebbang Sere Tudang (duduk)
2. Mallebbang Sere Ballung (baring)
3. Mallebbang Sere Mellau Addampeng (meminta maaf). (Wawancara Dg. Macora, 25 Januari 2013).

Keempat, kelima dan keenam penari melakukan gerakan Mallebbang Sere Tudang, Mallebbang Sere Ballung dan Mallebbang Sere Mellau Addampeng sambil menyanyikan kembali syair mellau pattumba gendrang (meminta pukulan gendang) secara bergantian mulai dari penari yang 1 (satu) kemudian dilanjutkan atau dinyanyikan oleh penari yang lain dengan kreasi nada mereka masing-masing dengan kata lain, lain penari lain pula irama lagunya.
 
Ketujuh, semua penari mengambil posisi lurus kemudian Emma’ gendrang mengganti pukulan gendang menjadi pukulan Tette’ Mallebbang Sere. Pada musik Tette’ mallebbang sere menggunakan 2 buah gendang yang Kedelapan, penari melakukan gerakan Mellabbang Sere Biasa, yaitu gerakan berjalan sambil berhadapan dengan berpasangan (penari lain) sambil berputar dan bernyanyi, Penari melakukan gerakan Sere Biasa sambil menyanyikan lagu-lagu bugis, diantaranya berjudul : Ininnawa, Ongkona Bone, Lontara marioloe, Bulu Alau’ Na Tempe, dan Indo Logo.
 
Kesembilan, ketika ada penonton yang hendak melakukan saweran, maka seorang penari yang ditunjuk atau dipilih oleh penonton dan seorang dari penari lain ikut dibelakang penari yang telah terpilih untuk berjalan menghampiri penonton yang telah memilihnya, kemudian melakukan Sere Ballung dihadapan penonton yang hendak memberikan saweran dan musik yang tadinya merupakan pukulan Tette’ Mallebbang Sere spontan menjadi pukulan Tette’ Palari.
 
Kesepuluh,ketika proses penyaweran selesai Emma’ gendrang kembali merubah pukulan gendang yang tadinya merupakan pukulan Tette’ Palari spontan menjadi pukulan Tette’ Mallebbang Sere, dari poin pertama sampai poin kesepuluh diulang secara terus menerus. Tarian Pajoge Angkong ini tak mengenal durasi atau waktu, semakin banyak penonton yang melakukan saweran, semakin lama pula tarian ini dipentaskan. Akan tetapi  tarian ini kebanyakan dipentaskan semalam suntuk. 
 
Kesebelas, Setelah tidak ada lagi dari kalangan penonton yang hendak melakukan saweran maka penari memberi isyarat kepada Emma’ Gendrang dengan menyanyikan nyanyian Pattutu’ Gendrang (gendang penutup) sebagai tanda bahwa pertunjukan tari Pajoge Angkong telah berakhir. Adapun syair Pattutu’ Gendrang :
 
Emma’ (Emma’ Gendrang), talao pole sumange’ta  ri lipunna wanuae
 ri bakke laota pole ripassengereng’mmu
(Wawancara Bulan, 25 Januari 2013).
Artinya :
Emma’ (Emma’ Gendrang) kembalikanlah semangat jiwamu
di tengah-tengah Negeri ini
seperti yang telah engkau tunjukkan kepada kami yang menyimpan
kenangan (agar kami mengenangmu)
 
dimainkan secara bersamaan. Musik atau pukulan Tette’ mallebbang sere digunakan untuk mengiringi gerak Mallebbang Sere Biasa.

Learn more »

Sejarah Pajoge Angkong Kab. Bone

Pajoge Angkong di Kabupaten Bone lahir pada abad ke-19, pada masa pemerintahan Raja Bone ke-32, yaitu La Mappanyukki Datu Lolo Ri Suppa. Pajoge Angkong lahir dari pemikiran para Calabai (Waria) selain Bissu pada masa itu, pemikiran untuk menciptakan tarian Pajoge Angkong mulanya disebabkan ketika mereka sering menyaksikan pertunjukan Sere Bissu, mereka berfikir bahwa Calabai (Waria) selain Bissu juga perlu menciptakan joge’ (tarian) yang gerakannya tetap berdasar pada gerakan sere bissu, akan tetapi mereka mengembangkan gerakan dari Sere Bissu, dikatakanlah gerakan mereka sebagai gerakan Mallebbang Sere yang berarti memperluas (mengembangkan) gerakan. Para waria kala itu mendapat respon positif dari kalangan Bissu untuk menciptakan tarian Pajoge Angkong, dan setelah mendapat izin dari para Bissu maka kesenian Pajoge Angkong mulai diperkenalkan dan kemudian dikembangkan (Wawancara Bissu Lolo, Tanggal 23 Januari 2013).
 
Pajoge Angkong mulanya di pertunjukkan dari kampung ke kampung, dan mendapatkan dukungan penuh oleh Petta Lantara sebagai Kepala TKR (Tentara Keamanan Rakyat) di Kabupaten Bone kala itu, sehingga para pelaku Pajoge Angkong dijaga ketat oleh TKR (Tentara Keamanan Rakyat) setiap mengadakan pertunjukan pada zaman perang gerilia. (wawancara Dg. Macora, Tanggal 25 Januari 2013). 
 
Pajoge Angkong mengalami puncak kejayaan pada pertengahan abad ke-19, kala itu Raja Bone ke-32 Andi Mappanyukki mengundang dan meminta Pajoge Angkong untuk mengadakan pertunjukan pada acara Akikah putranya. Alasan raja memilih Pajoge Angkong karena hampir setiap malam beliau bermimpi melihat Pajoge Angkong, pada pertunjukan Pajoge Angkong yang pertama di Kota Watampone, kala itu seorang penari memakai memakai tujuh lapis Baju Bodo, angka tujuh yang dimaksudkan  bermakna Pitu Walli (tujuh wali), Pitu Llapi Langi (tujuh lapis langit), Pitu Lapi Tana (tujuh lapis tanah). Mulai saat itu Pajoge Angkong lebih dikenal dan mereka sudah bisa melakukan pertunjukan di Kota, Emma’ gendrang (pemusik sekaligus pemimpin kelompok Pajoge Angkong) serta para penari yang terkenal pada saat itu memakai nama daerah mereka masing-masing di belakang nama Calabai (Waria) mereka, diantaranya:
 
Emma’ gendrang (Pemain gendang sekaligus pemimpin rombongan)
1. Emma’ Paeru (pemain gendang atau Emma’ Gendrang Pertama di Pajoge’ Angkong)
2. Junnu’ Bolong 
 
Penari
1. Bulan Barebbo
2. Cora Bone
3. Bintang Bone
4. Cinta Watu
5. Lummu’ Watu
6. Cahaya Wedda
7. Bintang Labembe
8. Menni’ Welado
9. Cahaya Welado
10. Asia Welado
11. Janna Solo
12. Gatta Solo’
13. Sumiati Solo’
 
Pajoge Angkong terdiri dari dua kata, yaitu Pajoge dan Angkong. Pajoge berarti orang yang melakukan gerak atau penari sedangkan Angkong berarti Calabai atau Waria. Pemimpin rombongan Pajoge Angkong adalah Emma’ Gendrang dan Indo’ Gendrang, adapun perbedaan Emma’ Gendrang dan Indo’ Gendrang yaitu, Emma’ Gendrang adalah Pemimpin yang juga berfungsi sebagai pemain musik yang memang mengkoordinir semua penari-penari yang dibawanya dan memiliki rombongan atau anggota, sedangkan Indo’ Gendrang hanyalah pemain musik yang jalan sendiri, ketika seorang Indo’ Gendrang bertemu dengan beberapa penari maka disitulah dia menabuh gendangnya, jadi pada dasarnya Indo’ Gendrang tidak memiliki anggota tetap, Emma’ Gendrang dan Indo’ Gendrang dahulu adalah seorang penari juga dan berasal dari kaum Calabai (Waria), kesenian Pajoge Angkong dahulu merupakan pertunjukan tari yang tak jauh beda dengan tari pergaulan, seperti tari Ronggeng dan tari Jaipong yang ada di Pulau Jawa, penari Pajoge Angkong sebenarnya menari untuk merayu hati laki-laki (penonton) yang datang, jumlah penari juga tidak menentu akan tetapi biasa mencapai 40 orang, dan pertunjukan Pajoge Angkong ini disajikan semalam suntuk, saat seorang penari dipanggil oleh laki-laki (penonton) maka dialah yang mendapat saweran, dan bukan cuma mendapat saweran, setelah itu lelaki (penonton) yang memberi saweran berhak untuk membawa penari untuk pulang kerumahnya bahkan sampai bercinta dengan penari, tidak peduli kalau lelaki yang membawa penari ini sudah mempunyai anak dan istri, bahkan tidak sedikit pasangan suami istri yang bercerai karena tidak tahan melihat suami mereka bercinta dengan penari Pajoge Angkong. Akan tetapi, tidak sedikit juga istri yang bisa menerima perlakuan suaminya yang bercinta dengan penari (Wawancara Dg. Macora, 25 Januari 2013).
 
Pada zaman perang gerilia, Pajoge Angkong digunakan oleh TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sebagai umpan bagi geriliawan pada saat itu, ketika semua warga sudah berbondong-bondong kepertunjukan Pajoge Angkong suasana menjadi sangat ramai, dan tidak sedikit dari para geriliawan yang ikut menonton, ketika para geriliawan berkumpul ditempat pertunjukan maka saat itulah Emma’ Gendrang sebagai pemimpin rombongan di beri kode oleh para Tentara untuk menghentikan permainan musiknya, setelah itu Tentara menyerang para geriliawan dengan tembakan, dan saat perang terjadi, para rombongan Pajoge Angkong langsung dibawa ketempat aman yang telah disediakan oleh para Tentara.
Setiap kelompok atau rombongan Pajoge Angkong terbagi atas empat, masing-masing dari mereka ada yang bertugas sebagai:
a. Emma’ Gendrang dan Indo’ Gendrang (pemain musik)
b. Pajoge  (Penari)
c. Pappocci’ (calon penari muda yang hanya berperan diawal pertunjukan tapi belum diperbolehkan menari karena Pappocci’        adalah penari pemula atau baru belajar, hanya sebagai perkenalan bagi para penonton)
d. Pa Lampu Strongkeng (orang yang mempunyai lampu atau penerang saat itu, karena aliran listrik kala itu belum ada)
 
Pembagian upah atau gaji diantara keempat bagian tersebut 100% berasal dari saweran penari, pembagian upah atau gaji mereka, adalah sebagai berikut:
- Emma’ Gendrang dan Indo’ Gendrang sebanyak 50 % 
- Pajoge’ sebanyak 25%
- Pappocci’ belum mendapat upah karena saat itu Pappocci’ belum dapat menari 
- Pa Lampu Strongkeng sebanyak 25%

Diantara keempat pembagian upah atau gaji dari masing-masing peranan mereka, upah atau gaji yang paling tinggi adalah upah Emma’ Gendrang atau Indo’ Gendrang karena Emma’ gendrang atau Indo’ Gendrang selain merupakan pimpinan atau ketua rombongan yang berperan penting dalam pertunjukan, Emma’ Gendrang atau Indo’ Gendrang juga dikenal oleh para penari sebagai orang yang memiliki ilmu gaib, mereka menyebutnya dengan istilah “eru-eru” ialah semacam ilmu gaib yang dipercaya bisa mengumpulkan atau menghipnotis penonton untuk berbondong-bondong menuju tempat pertunjukan dan kemudian menonton pertunjukan tersebut semalam suntuk, sebelum penari berada di tempat pertunjukan Emma’ Gendrang atau Indo’ Gendrang sudah lebih dulu ditempat pertunjukan dan menabuh gendangnya, saat itulah masyarakat setempat langsung datang ketempat tersebut, maka sebelum penari berada ditempat pertunjukan, tempat pertunjukan tersebut sudah dipenuhi oleh penonton, atas dasar itulah penari percaya bahwa Emma’ Gendrang atau Indo’ Gendranglah yang membuat para penonton terhipnotis (Wawancara Bulan, 25 Januari 2013).
 
Ada beberapa versi mengatakan bahwa kesenian Pajoge Makkunrai (Tarian Pajoge yang penarinya adalah  perempuan) lebih dulu lahir sebelum Pajoge Angkong, akan tetapi dua orang pelaku kesenian Pajoge Angkong pada masa itu yaitu Dg. Macora dan Dg. Bulan membantah dan menegaskan bahwa Pajoge Angkong lebih dulu ada sebelum Pajoge Makkunrai, mereka mengatakan bahwa Pajoge Angkonglah yang ditiru oleh Pajoge Makkunrai, Kemudian setelah itu kembali menegaskan bahwa Pajoge Makkunrai hanya bisa melakukan pertunjukan di lingkungan Saoraja (rumah Raja atau dikerajaan) karena pada saat itu perempuan di tanah bugis sangat Malebbi (terhormat), mereka (perempuan) tidak akan keluar rumah jika tidak ada keperluan yang mendesak (Wawancara Dg. Macora, 25 Januari 2013).
 
Penari Pajoge Angkong saat itu mempelajari gerakan Pajoge dengan cara autodidak, mereka hanya belajar saat menonton pertunjukan Pajoge Angkong. Akan tetapi seiring waktu berjalan, ketika itu Pajoge Angkong sudah mengadakan pertunjukan lintas kabupaten, setiap mendapat atau bertemu dengan Calabai (Waria) yang tidak memiliki pekerjaan di daerah yang mereka datangi, muncul suatu inisiatif dari para penari Pajoge Angkong untuk melatih para Calabai (Waria) selain Bissu sebagai wujud solidaritas mereka antar sesama Calabai (Waria), sejak saat itulah kesenian Pajoge Angkong menyebar di Kabupaten-Kabupaten selain di Kabupaten Bone, seperti di Kabupaten soppeng, Kabupaten Wajo, Kabupaten pinrang, bahkan sampai di Kabupaten Buton (Wawancara Dg. Macora, 25 Januari 2013).
 
Kesenian Pajoge Angkong berangsur-angsur berkurang kemudian sampai vakum bahkan tidak lagi mengadakan pertunjukan setelah Kepala Kampong (Kepala Desa) dan Tentara pada saat sudah tidak mau lagi memberikan izin kepada para pelaku kesenian Pajoge Angkong untuk megadakan pertunjukan (Wawancara Bulan, 25 Januari 2013).


Learn more »